Senin, 14 Maret 2011

Kapan Bayi Mulai Tumbuh Gigi

Gigi bayi mulai terlihat, pada usia yang berbeda-beda pada setiap bayi dan kadang-kadang memerlukan waktu yang agak lama sebelum mulai terlihat. 

Pada usia tiga tahun kebanyakan anak-anak akan mempunyai semua gigi pertamanya atau gigi susu 20bh. Jika bayi anda mencapai usia dua belas bulan dan belum mempunyai gigi pertamanya, sebaiknya anda konsultasikan dengan dokter gigi anda. 

Pertumbuhan gigi pada setiap bayi sangat bervariasi dan tidak ada dua orang anak akan mempunyai jadwal pertumbuhan gigi yang sama. 

Rabu, 16 Februari 2011

Hal Yang Harus dihindari Dalam Mendidik Anak

Apa yang akan terjadi jika anak dibesarkan dalam kondisi yang dipenuhi dengan kekerasan? Tentu, ia akan mengadopsi cara-cara yang sering ia lihat ke dalam kehidupannya kelak. Meski tak selalu, lingkungan memang sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya, termasuk bagaimana orang tua mendidik mereka.

Anak yang dibesarkan dalam situasi keluarga yang nyaman tentu berbeda dengan anak yang selalu diberi hukuman fisik oleh orang tuanya. Sayangnya, tak sedikit orang tua yang tidak tahu bagaimana cara memberikan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan optimal anak. Akibatnya, anak pun tumbuh tidak sebagaimana yang diharapkan.


Nah, berikut ini adalah 10 hal yang harus dihindari dalam mendidik anak:

1. Terlalu lemah Misalnya, selalu memenuhi semua permintaan anak. Anak tidak diajar untuk mengenal hak dan kewajiban. Akibatnya, anak menjadi terlalu penuntut, impulsif (gampang melakukan tindakan tanpa perhitungan), egois, dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain.

2. Terlalu menekan Misalnya, orang tua terlalu mengatur dan mengarahkan anak, tanpa memperhatikan hak anak untuk menentukan keinginannya sendiri, atau untuk mengembangkan minat dan kegiatan yang ia inginkan. Akibatnya, anak akan menjadi lamban, selalu bekerja sesuai perintah, tidak memiliki pendirian, dan suka melawan.

3. Perfeksionis Orang tua menuntut anak untuk menunjukkan kematangan sikap atau target tertentu yang umumnya melebihi kemampuan yang wajarnya dimiliki anak. Akibatnya, anak akan terobsesi untuk meraih prestasi yang diharapkan orang tuanya. Ia juga akan menjadi terlalu keras dan kritis terhadap dirinya sendiri.

4. Tidak memberi perhatian Orang tua hanya menyediakan sedikit waktu untuk memperhatikan setiap perkembangan anak, atau membantu anak menempuh tahap demi tahap perkembangannya. Akibatnya, anak tak mampu membina hubungan dengan lingkungannya dan akan tumbuh menjadi anak yang impulsif.

5. Terlalu cemas akan kesehatannya Orang tua terlalu berlebihan mencemaskan kondisi fisik anak. Padahal, secara obyektif, anak sehat. Sakit sedikit saja, orang tua cemasnya minta ampun. Akibatnya, anak akan mudah merasa tak sehat dan ikut merasakan kecemasan yang sama. Enggan bermain, takut jatuh, dan sebagainya.

6. Terlalu memanjakan Misalnya, terus-menerus menghujani anak dengan barang-barang mahal atau memberikan pelayanan istimewa, tanpa mempertimbangkan apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak. Akibatnya, anak bisa menjadi anak yang gampang bosan, kurang inisiatif, dan tak memiliki daya juang.

7. Tidak pernah memberi kepercayaan Orang tua selalu meramalkan kesalahan yang belum tentu dilakukan anak. Orang tua juga selalu mengritik anak, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya tak perlu kritikan. "Kamu, sih, nanti kalau jatuh, bagaimana?" Akibatnya, anak akan menjadi seorang yang pesimis, rendah diri, dan cenderung mengembangkan hal-hal yang selalu dilarang orang tua.

8. Menolak kehadiran anak Misalnya, jenis kelamin anak tak sesuai dengan harapan orang tua, sehingga orang tua cenderung menolak menjadikan anak sebagai bagian dari keluarga. Akibatnya, semua tindakan yang dilakukan orang tua selalu merugikan anak. Anak bisa rendah diri dan menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang tua.

9. Suka menghukum Orang tua bersikap agresif terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan anak, dan cenderung memilih memberikan hukuman fisik dengan alasan mengajarkan disiplin. Bisa-bisa anak akan menganggap kekerasan sebagai sesuatu yang wajar dilakukan dan akan melakukan hal yang sama terhadap keluarganya kelak.

10. Suka menggoda Orang tua cenderung melecehkan keberadaan anak dengan sering mengolok-olok dan mengungkapkan kekurangan anak di depan orang banyak. Akibatnya, anak akan merasa tidak dihargai dan rendah diri.

10 HAL YANG DIINGINKAN ANAK

Sebagai orang tua, kebanyakan dari kita lebih memperhatikan perilaku anak, dan bukannya perilaku kita sebagai orang tua. Tentu ini sesuatu yang tak adil bagi anak. Cobalah lihat diri Anda dari sudut pandang anak.

Penelitian terhadap seratus ribu anak menunjukkan, ada 10 hal yang paling diinginkan anak dari orang tua mereka:

1. Tidak bertengkar di hadapan mereka. Anak selalu mencontoh tindakan orang tua. Apa jadinya jika setiap hari orang tua adu mulut di hadapan mereka?

2. Berlaku adil terhadap semua anak-anaknya. Setiap anak memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Yang mereka butuhkan bukan perlakuan yang sama, melainkan perlakuan yang adil, sesuai kebutuhan masing-masing anak.

3. Orang tua yang jujur. Orang tua yang meminta anaknya berbohong, tentu tidak sadar pada apa yang tengah dilakukannya. Sekali lagi, anak mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya.

4. Toleran terhadap orang lain. Toleransi akan mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan.

5. Selalu menyambut teman-teman mereka dengan ramah.

6. Mau membangun semangat tim bersama mereka. Kekompakan antar-orang tua dan anak akan sangat berpengaruh saat anak beranjak dewasa.

7. Mau menjawab setiap pertanyaan mereka. Luangkan waktu untuk mereka. Jika Anda tak mampu menjawab, katakan Anda akan mencari tahu lebih dulu.

8. Mau mengajarkan disiplin, namun tidak di depan orang lain, terutama teman-teman mereka. Intinya, jagalah perasaan anak.

9. Lebih melihat sisi positif ketimbang sisi buruk mereka.

10. Konsisten. Bayangkan, apa yang dirasakan anak jika hari ini Anda menjawab A dan besok menjawab B untuk pertanyaan yang sama yang diajukan anak.

Agar si Kecil Tidak Suka Bertengkar

Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ''Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah''. Berikut 4 trik jitu cara menyiasati...
 
''Karen (32 tahun) hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat kedua buah hatinya 'asyik' bertengkar.. Riza (5tahun) dan Inggrid (4 tahun) sepertinya tidak pernah capai untuk saling berebut sesuatu. Mulai dari remote tv, playstation, buku cerita sampai memandikan Choco, anjing peliharaan mereka. Kalau sudah begitu Karen hanya tinggal tunggu waktu saja sampai salah seorang mereka menangis dan mengadu kepadanya.''


Banyak orang menyarankan sebaiknya punya anak dengan rentang waktu kelahiran sekitar 1-2 tahun. ''Supaya capeknya sekalian'', itu alasannya. Membesarkan 1 orang anak saja sudah cukup melelahkan apalagi 2 orang anak sekaligus! Kan sampai dengan umur 5 tahun adalah saat-saat paling penting bagi pertumbuhan anak. Sebagai seorang ibu tentu kita tidak mau mereka 'salah asuhan'.

Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ''Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah''.
Berikut 4 trik jitu cara menyiasati agar si kecil bisa berhenti bertengkar:

1. Habiskan Waktu yang Sama untuk Setiap Anak
Situasi:
Luna tidak mau keluar kamar sejak pulang sekolah. Dia ngambek begitu tau ayahnya menemani Luigi kursus sepak bola sore ini. Pikir Luna ayahnya tidak adil, karena ia tidak pernah ditemani ayahnya les piano.
Trik: Habiskan waktu yang sama untuk setiap anak. Temani mereka dalam melakukan hobi atau kursus yang mereka kerjakan.
Ahli mengatakan: Rasa marah si kecil karena cemburu akhirnya membuat mereka mencari alasan untuk bertengkar dengan saudaranya. ''Mereka akan berpikir Anda tidak adil karena Anda hanya mencintai yang lain'', ujar Dr Liz Norris. Nah, menghabiskan waktu bersama, selain menghapus kecemburuan itu juga membuat ikatan kekeluargaan semakin erat.

2. Beri Jam Weker
Situasi:
Aldi dan Alda ribut memperebutkan remote TV. Aldi ingin menonton Takashi Castle sementara Alda ingin menonton telenovela Dolce Maria di saluran lain.
Trik: Pasang jam weker! setiap anak diberi waktu 15 menit untuk menonton acara favoritnya. Bila alarm jam sudah berbunyi berarti 15 menit berikutnya untuk anak yang lain.
Ahli mengatakan: ''Adanya jam weker membuat mereka merasa mendapatkan pembagian waktu yang persis sama'', ujar Dr. Mark W Roberts, profesor di The Idaho state University. Namun sebaiknya Anda mengajak mereka bicara dahulu, ajarkan untuk menyelesaikan masalah bersama dengan sikap toleransi . Bila tidak ada titik temu barulah dipakai trik ini. Jika tidak ada yang mau mengalah, bertindaklah tegas tidak memperbolehkan keduanya menonton televisi, agar mereka tahu bahwa sikapnya bisa merugikan dirinya juga.

3. Beri Kode untuk Barang Setiap Anak
Masalah: Iko dan Erick selalu rebutan botol minum saat mau les berenang. Teriakan ''Ini punya aku!'' jadi sering terdengar di kuping.
Trik: Beri kode tertentu untuk setiap anak. Misalnya warna biru untuk Iko dan warna hijau untuk Erick. Bisa juga menggunakan angka.
Ahli mengatakan:
''Anak-anak sering ribut hanya untuk sesuatu yang tidak jelas. Pemberian kode bisa mengajarkan mereka berempati terhadap sesama, mereka akan mengerti bagaimana perasaan orang lain bila barangnya dipakai atau direbut'', ujar Dr. Janet Brown penulis What Colour is Your Personality.

4. Periksa Program Televisi
Masalah:
Akhir-akhir ini Uli suka memukuli Ila adiknya. Tidak keras sih tapi cukup membuat Ila berteriak mengaduh dan membalas memukul. Ketika ditanya Uli bilang kalau dia sedang berperan menjadi jagoan seperti di film yang ditontonnya.
Trik:
Periksa program televisi yang hendak ditonton. Jangan sampai si kecil menonton film yang penuh adegan kekerasan.
Ahli mengatakan: ''Di masa pertumbuhan, anak mudah sekali dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan didengar'', ujar Joanna Sulli, seorang psikolog anak. Bila sang buah hati ingin menonton suatu program acara pastikan Anda sudah menontonnya terlebih dahulu sebagai pencegahan bila ternyata program tersebut tidak cocok untuk anak-anak.

Pendidikan Anak

Sebagai orang tua kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik pada anak-anak kita. Dan hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, memilihkan sekolah yang baik buat anak-anak kita.

Saat memasukan anak-anak kita ke playgroup berbeda dengan TK, karena yang diutamakan adalah beradaptasi/sosialisasi dengan teman sebayanya disamping ada tujuan lain diantaranya :

  • bermain & bersenang-senang, sharing, merasakan "menang dan kalah", melatih kreatifitas anak, melatih motorik kasarnya, mempersiapkan anak agar pada saat masuk TK sudah tidak lagi susah dalam bergaul / beradaptasi dengan guru serta teman-temannya..
Untuk pertimbangan pemilihan TK diantaranya adalah :

  • Agama, mencari sekolah yang sesuai dengan agama karena pelajaran agama harus sudah dikenalkan kepada anak dari sejak dia dalam kandungan Ortua & juga sejak dia sudah mengetahui/ mengenal agamanya. Atau mencari sekolah yang tidak berdasarkan agama tertentu sehingga diharapkan anak menyadari dan mengetahui adanya perbedaan agama, perbedaan ras dan anak dapat bersikap sopan terhadap yang lain dan anak sadar akan identitas dirinya tetapi juga luwes bergaul dengan mereka yang berbeda dari dirinya.
  • Lokasi, dekat dengan rumah karena anak masih kecil, mudah untuk diantar dan dijemput. Jika terpaksa memilih sekolah yang letaknya jauh dari rumah, pengunaan bis sekolah dapat dipertimbangkan. Bis sekolah dapat melatih anak untuk mandiri dan bersosialisai dengan teman–teman yang berada dalam bis tersebut apalagi jika kedua orang tua bekerja dan tidak ada yang dapat mengantar dan menjemput, tetapi jika mengunakan bis sekolah anak akan berada terlalu lama dalam bis sekolah.
  • Kurikulum, mutu pendidikan, kemampuan guru, dan sekolah tidak mematikan kreatifitas anak, dimana anak tidak dituntut untuk mengikuti kehendak gurunya.
  • Biaya, dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan kualitas yang tidak mengecewakan

Saat anak memasuki sekolah yang lebih tinggi SD, SMP, SMA pertimbangan mutu sekolah, disiplin sangat diutamakan, kemudian kita berpikir untuk memasukan anak-anak kita pada sekolah swasta sesuai dengan agama atau pertimbangan lainya. Sekolah swasta memiliki fasilitas lebih dari sekolah negeri, dan guru yang selalu membimbing, mengarahkan dapat mudah ditemui, dengan bayaran yang tinggi sekolah swasta hanya dapat dinikmati golongan tertentu yang akhirnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Berbeda dengan sekolah negeri yang miskin akan fasilitas, guru yang terkadang tidak ditempat, sehingga murid "dipaksa" untuk mampu mandiri dan belajar sendiri, dan banyak keanekaragaman murid. Kebanyakan dan disadari atau tidak, memilih sekolah terkadang merupakan obsesi dari orang tua & rasa cinta Almamater.

Pendidikan anak bukan hanya disekolah saja, tetapi dirumah dan di masyarakat sekitar kita. Sebagai orangtua hanya berusaha membangun fondasi yang kuat untuk mereka termasuk mental-spiritual dan kita harus dapat menjadi teladan yang baik untuk anak kita.

Sebagai orangtua sebaiknya tidak hanya memikirkan IQ anak saja tetapi kita berusaha membentuk keseimbangan antara IQ dan EQ (kecerdasan emosional seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan), karena dengan EQ tinggi anak diharapkan dapat survive dalam segala masalah hidup walaupun anak itu hanya memiliki IQ yg rendah, dia mampu menghadapai kegagalan dan belajar mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut. Pada seseorang yang memiliki EQ rendah sedangkan berIQ tinggi, atau di atas rata - rata akan mempunyai kecendrungan untuk sulit menguasai emosi.

Apapun usaha dan harapan orangtua pada anak hrus diingat bahwa itu adalah kehidupan anak bukan milik kita, maksud kita ingin anak kreatif dan mandir tetapi sudah ngatur semua masa depannya.

Membuat Anak Ketagihan Membaca

Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering banyak dikeluhkan orangtua. “Kenapa anak saya ngga senang belajar, maen aja seharian, keluh seorang Ibu yang hadir diseminar saya. Para pembaca, percayakah Anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah seorang pembelajar? Tapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.

Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah yang kebanyakan orang lakukan saat itu adalah berkata “eh itu kotor, ngga boleh” sambil menarik barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak belajar. Kemudian saat dia mulai bisa berjalan,
mulai ingin tahu lebih banyak tentang lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.

Saat mulai bisa berbicara, bertanya ini dan itu. “Ini apa? Kenapa? Jawaban yang diterima “lha tadi sudah tanya, tanya lagi dasar cerewet mungkin saat itu pengasuh dan orangtua sedang lelah juga saat menjaganya sehingga malas dan capek untuk memberikan penjelasan dan ini adalah proses belajar seorang anak. Ada barang baru dirumah dan anak ingin memegangnya atau mengetahui lebih dekat, maka kita orangtua dan pengasuhnya menjauhkan barang tersebut darinya, dengan dalih nanti rusak karena barang mahal.

Dari sepenggal contoh diatas dimana ini adalah pengalaman nyata dari saya dan beberapa klien, siapakah yang membuat anak menjadi malas belajar?

Berikutnya ada seorang anak  berusia 8 tahun, sebut saja Aji. Orangtuanya sangat mengeluhkan, bahwa anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya jika tidak ada perubahan sikap maka kemungkinan besar Aji tidak naik kelas. Saat bertemu, saya yakin Aji adalah anak yang luar biasa. Sesaat saya bertanya tentang hobi dan kesukaannya saat bermain, dengan cepat saya mengetahui anak ini luar biasa. Sebab setelah saya Tanya tentang hobinya ternyata sepak bola, dan tim kegemarannya adalah Arsenal (Liga Inggris). Dan Aji, hafal seluruh pemain inti dan cadangan Arsenal, berikut pelatih dan asistennya serta nomor punggung pemain, tanggal ulang tahun pemain serta daftar pencetak goal dan assist (pemberi umpan) dan point klasemen liga dan urutannya. Gila, luar biasa! (dalam hati saya) Ngga ada yang salah sama hardware (otaknya), tapi masalahnya sama Software.

Satu orang anak yang sama, otaknya kalau dibuat belajar pelajaran disekolah tidak berfungsi (berhitung, menghafal) tetapi hafal seluruh pemain Arsenal. Apa anak ini bodoh? Tentunya Anda sepaham dengan saya, jawabanya adalah tidak. Anak ini pandai luar biasa. Hanya saja salah perlakuan sehingga ia malas dan tidak suka belajar.

Lalu apa yang saya lakukan untuk mengubah agar software menjadi baik dan membuat anak ini agar mudah belajar?  Yang saya perbaiki orangtuanya dahulu, sebab untuk anak seusia  Aji, jika terdapat masalah dalam hidupnya berarti orangtua yang akan bantu (untuk menjadi terapis) untuk atasi masalah anak tersebut. Saya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan anak dan sifat dari pikiran anak, serta pentingnya menomor satukan cinta dalam mendidik anak, yang semuanya akan sangat panjang jika saya jelaskan disini.


Berikutnya adalah tips bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.
    • Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang, apa yang menyenangkan hari ini disekolah?” Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
    • Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll).
    • Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di Singapore. Dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai conversation dalam bahasa inggris maka kamu akan sangat mudah berkomunikasi dengan pelatih sepak bolamu yang dari Thailand.
    • Mintalah guru les pelajarannya (jika ada), sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal  yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
    • Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan dongeng dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
    • Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.

    Mendidik Sesuai Kecerdasan Anak

    Sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas. Inilah paradigma baru pendidikan yang sedang berkembang di dunia. Kenyataan ini memang berlawanan dengan persepsi yang diyakini selama ini bahwa anak cerdas berjumlah terbatas, seakan-akan mereka menempati strata tertentu. Adanya penemuan terbaru ini memang diharapkan akan mengubah pendekatan pendidikan yang selama ini terlanjur mapan.

    Menurut Dr Thomas Amstrong, pakar pendidikan dari Amerika setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Sifat yang menjadi bawaan itu antara lain : keingintahuan, daya eksplorasi terhadap lingkungan, spontanitas, vitalitas, dan fleksibilitas. Dipandang dari sudut ini maka tugas setiap orang tua dan guru hanyalah mempertahankan sifat-sifat yang mendasari kecerdasan ini agar bertahan sampai anak-anak itu tumbuh dewasa. Mengapa demikian? Karena ternyata diketahui kualitas kecerdasan ini bisa rusak karena adanya sebab tertentu.


    Ironisnya pengaruh kuat yang merusak potensi kecerdasan itu ternyata datang dari lingkungan terdekat mereka : rumah dan sekolah!

    Situasi rumah yang menimbulkan depresi dan keterasingan berperan memupus bakat alamiah ini. Tekanan juga bisa datang dari orang tua yang karena sebab tertentu malah menghambat kreatifitas, keingintahuan, kegembiraan dalam bermain anak-anak. Ambisi orang tua agar anak-anak mereka meraih prestasi tertentu mendorong anak-anak ini untuk tumbuh terlampau cepat melampaui usia mental mereka dan pada saat bersamaan menghilangkan kegembiraan masa kecil mereka.

    Padahal para ahli mengingatkan bahwa anak belajar dari permainan mereka. Bagi anak-anak bermain bukan aktifitas remeh melainkan aktifitas yang serius terutama bagi perkembangan mereka.

    Sayangnya yang terlihat di masyarakat kita justru kenyataan sebaliknya. Di usia sangat dini mereka harus kehilangan kegembiraan masa kecil mereka. Anak-anak kerap menanggung beban keinginan orang tua mereka sendiri dengan terpaksa mengikuti berbagai macam kursus: mulai kursus bahasa asing, sempoa, piano dan sebagainya. Sebenarnya mengikuti berbagai kursus itu tidak menjadi masalah asal keinginan itu datang dan atas kemauan anak itu sendiri. Prinsipnya anak-anak itu tidak kehilangan kegembiraan dalam menjalaninya dan tidak kehilangan masa bermain mereka.

    Sementara itu di sekolah, perusakan potensi kecerdasan alami itu terjadi lewat kurikulum yang terlampau kaku, tidak fleksibel atau malah membebani. Situasi sekolah yang tidak menyenangkan, guru yang mengajar dengan cara yang membosankan juga ikut andil menyumbang terkuburnya potensi alami tersebut.
    Bertolak dari kenyataan itulah perlu dikembangkan pendekatan pendidikan yang menjadi alternatif bagi sekolah pada umumnya. Sekolah alternatif ini haruslah dirancang atas pendekatan bahwa setiap anak itu mempunyai kecerdasannya sendiri. Lingkungan sekolah dirancang agar anak-anak tumbuh dengan kreatifitas mereka sendiri, tidak kehilangan kegembiraan masa kecil mereka, dan membuka ruang yang lebar untuk mengeksplorasi lingkungannya. Kecerdasan alami anak dirangsang lewat kegiatan sederhana seperti bercerita, permainan, kunjungan ke tempat tertentu, dan mengajukan pertanyaan kritis.

    Sekolah tersebut haruslah juga menghilangkan sistem ranking. Juga tidak ada tes psikologi untuk mengukur kecerdasan seorang anak. Tes psikologi untuk mengukur IQ yang kita kenal sekarang ini jauh dari memadai untuk mengukur kemampuan otak manusia. Sistem rangking malah menciptakan pelabelan di sekolah. Ada anak pintar dan ada anak bodoh. Pendekatan pendidikan terbaru dikembangkan atas keyakinan bahwa setiap anak mempunyai kecerdasannya sendiri dengan cara yang benar-benar berbeda dengan anak lain. Karena itu dalam sistem ini upaya membanding-bandingkan antara anak satu dengan anak lainnya dihindari.

    Sebagai konsekuensinya kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan Multiple Intelligences yang dikembangkan oleh pakar neurosains Dr Howard Gardner. Menurut teori ini manusia mempunyai delapan macam kecerdasan sementara sistem pendidikan pada umumnya hanya mengembangkan dua kecerdasan. Kecerdasan itu adalah: kecerdasan linguistik, matematis-logis, viso-spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Anak didik dipetakan menurut kedelapan kecerdasan ini dan mendidik mereka dengan cara berbeda sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimiliki masing-masing anak. Karena itu metode pengajaran yang diterapkan bisa sangat khas.

    Dalam mengajarkan matematika misalnya, maka cara mengajar untuk anak dengan tipe kecerdasan linguistik berbeda dengan anak bertipe kecerdasan matematis-logis dan berbeda pula untuk anak dengan tipe kecerdasan viso-spasial. Pada umumnya para pengajar akan berkeberatan jika murid-murid mereka bergerak selama pelajaran berlangsung, di sisi lain anak dengan tipe kecerdasan kinestetik yang selalu bergerak akan tersiksa jika mereka harus duduk diam selama pelajaran berlangsung, padahal anak dengan tipe ini akan sangat cepat menyerap pelajaran justru dengan membiarkannya bergerak. Pola inilah yang dikenal dengan mendidik sesuai kecerdasan anak.

    Para pendidik di sekolah seperti ini mempunyai keyakinan bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan waktu tersendiri dalam mempelajari atau menguasai sesuatu. Jadi tidak perlu memaksa anak yang belum bisa membaca untuk bisa membaca misalnya. Sebab jika tiba saatnya anak ini akan mampu membaca dengan sendirinya bahkan kemampuannya bisa melampaui anak yang mampu membaca di usia yang lebih dini. Sangat penting untuk disadari adalah menciptakan kondisi yang mampu membuka gerbang kecintaan anak-anak akan pembelajaran. Dengan cara itu diharapkan kita akan mewariskan generasi pembelajar yang mampu untuk belajar dan mengembangkan diri mereka sendiri sepanjang hidup mereka. Dan hal itu bisa dicapai dengan cara menghindarkan setiap kondisi yang membuat mereka justru berhenti atau bahkan membenci proses pembelajaran itu sendiri.

    Tips Memilih Playgroup Anak

    Saat anak mulai menginjak usia 2 tahun, biasanya orang tua akan sibuk berdebat mengenai perlunya memasukkan buah hati mereka ke playgroup atau tidak. Pertimbangannya bisa bermacam-macam, seperti usia anak yang masih terlalu dini untuk mulai berkenalan dengan lembaga sekolah paling dasar tersebut atau  juga pertimbangan lainnya seperti keuangan, jarak playgroup yang jauh serta psikologi si anak.
    Tetapi untuk mengetengahi perdebatan bunda dan ayah, alasan-alasan seperti kedua orang tua yang sibuk bekerja, minimnya teman bermain anak di lingkungan rumah dan tidak memiliki pengasuh yang tepat untuk anak, dapat dijadikan acuan untuk memasukkan anak ke playgroup.

    Saat ini terdapat beragam playgroup yang dapat bunda pilih untuk si buah hati tercinta, dari yang berbau internasional dengan sistem berstandar luar, atau yang asli buatan dalam negeri yang menggabungkan sistem lokal dengan sistem internasional, sampai yang gratis dan dikelola oleh pejabat di lingkungan perumahan bunda.


    Banyaknya pilihan terkadang membuat bingung para orangtua, untuk membantu bunda dalam memilih playgroup yang tepat guna memberikan bekal yang optimal bagi perkembangan anak, maka kami sajikan uraian berikut ini. Mudah-mudahan tips yang disajika dapat dimanfaatkan sebagai panduan dalam menentukan pilihan playgroup bagi buah hati tercinta :

    Pilihlah playgroup yang lebih menekankan pada life skill

    Seperti belajar membagi, bekerja sama dengan teman, mampu memahami perasaan orang lain serta mampu mengendalikan emosi. Sebagai langkah awal, sepatutnya playgroup lebih dititik beratkan pada kegiatan bermain yang bertujuan untuk merangsang tumbuh kembang anak dan bukan pada academic skill

    Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai playgroup yang dituju,

    bisa dari teman juga kerabat atau dari media yang lain guna memastikan apakah playgroup tersebut memenuhi standar kriteria playgroup yang baik.

    Cari tahu tentang para tenaga pengajar yang dimiliki oleh playgroup tersebut.
    Hal tersebut guna meyakinkan diri telah menitipkan anak bersama orang yang tepat, yaitu guru yang dapat benar-benar mengerti pertumbuhan anak, dapat berinteraksi dengan baik, ramah, mampu memberikan rangsangan kepada anak, serta dapat memberikan pendidikan emosi dan sosialisasi dengan baik.

      Pilih playgroup dengan konsep taman bermain dan bukan "sekolah".
    Oleh karena itu, pilihlah playgroup yang benar-benar mengerti akan hal ini. Fasilitas bermain yang lengkap juga akan mendukung daya kreatifitas anak agar lebih tingi.

    Pilihlah playgroup terdekat dari rumah

    Jarak tempuh yang terlalu jauh terkadang bisa menyurutkan semangat belajar anak karena ia merasa lelah saat sampai di sekolah dan tidak jenuh sepanjang perjalanan.

    Hindari gengsi dan pilihlah playgroup yang sesuai dengan kemampuan finansial

    Playgroup yang mahal bukanlah satu-satunya jaminan untuk menjadikan anak bibit yang unggul.